Selasa, 21 Juni 2016

Perlindungan dan Penegakan Hukum Hak Cipta di Indonesia



Pendahuluan
Hal yang paling mendasar dari kesuksesan pembangunan sumber daya manusia tersebut adalah bidang pendidikan. Pendidikan di sini tidak hanya dalam arti sempit dan bersifat formal di bangku sekolah namun juga pendidikan dalam arti yang luas antara lain dalam bidang pendidikan publik yang harus didukung oleh sarana buku-buku yang berkualitas. Permasalahannya adalah bagaimana kondisi dan kulitas buku-buku di Indonesia? Apabila kualitasnya masih diragukan, hal-hal apakah yang menyebabkannya? Sederet pemikiran pastilah timbul, dan salah satunya adalah yang berkenaan dengan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), khususnya hak cipta. Apakah hak cipta sudah dipahami secara benar oleh masyarakat dan bagaimana pula perlindungannya? Rasarasanya, secara jujur harus diakui bahwa masih terdapat kelemahan dan hambatan dalam mewujudkan harapan ideal tersebut.

MATERI

Tinjauan Umum tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual
Secara umum, hak atas kekayaan intelektual (HAKI/ intellectual property rights/ IPRs) merupakan hak yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia (property in the products of the mind). Hak ini merupakan hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual, dimana objek yang diatur adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Terdapat dua bagian yang tercakup dalam HAKI. Bagian pertama, hak cipta (copyright), dan bagian kedua adalah hak kekayaan industri (industrial property rights) yang meliputi bidang paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trademark), penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition), desain tata letak dan sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), dan rahasia dagang (trade secret/ undisclosed information).

Tinjauan Khusus tentang Hak Cipta

      1. Perkembangan secara Internasional dan Beberapa Prinsip Hak Cipta
Istilah copyright berasal dari negara-negara dengan sistem Common Law yang memiliki perbedaan dengan sistem Civil law (seperti yang diikuti Indonesia) dimana Civil Law lebih mengenal copyright dengan istilah author’s right (droit d’auteur, derecho de autor, Urheberrecht).6 Perbedaan peristilahan ini mengemuka sejak tahun 1988. Hal tersebut kemudian diikuti dengan tradisi copyright di Amerika Serikat dalam Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works in 1989 yang mempengaruhi perkembangan hak cipta dengan berbagai perbedaan dalam kedua sistem di atas.7 Perkembangan berikutnya yaitu negosiasi yang berujung pada lahirnya Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs Agreement/ Persetujuan TRIPs) di tahun 1994 sebagai bagian dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dalam Putaran Uruguay, dan perundingan dalam World Intellectual Property Organization (WIPO) khususnya Konvensi Bern dan Protection of Producers of Phonograms and Performers.

      2. Beberapa Ketentuan Umum dalam Bidang Hukum Hak Cipta di Indonesia
Saat ini berlaku Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC 2002) sebagai hukum positif dalam bidang hak cipta di Indonesia. Melihat sejarahnya, piranti hukum dalam bidang hak cipta bukanlah merupakan hal yang baru dalam perkembangan sistem perlindungan HAKI di Indonesia. UU Hak Cipta telah ada sejak zaman pemerintah kolonial Belanda, yakni pada tahun 1912. Pada masa pemerintah nasional, telah diundangkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, yang dirubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987. Revisi atas UU tersebut kemudian dilakukan dengan disahkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, di tahun 2002 dirubah kembali dan yang terakhir diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002.

      3. Isu di Seputar Hak Cipta
Beberapa isu dalam tataran filosofis hukum, dan teknis perlindungan hak cipta menjadi bahan pemikiran dan diskusi baik dalam lingkup nasional dan internasional. Pertama, pemikiran bahwa buku pelajaran tidak dapat dibatasi dan bukan merupakan objek hak cipta dan pengunaan bahan-bahan dalam distance learning. Sebagai pembanding, Amerika Serikat pada tanggal 2 November 2002, TEACH Act (the Technology, Education and Copyright Harmonization Act) yaitu suatu Undang-Undang tentang Teknologi, Pendidikan, dan Harmonisasi Hak Cipta yang telah disahkan oleh Pemerintah Amerika Serikat. Di dalamnya diatur kembali tentang syarat dan kondisi yang dapat dipakai oleh para kalangan pendidik dan pustakawan, yang salah satunya terdapat ketentuan bahwa institusi pendidikan di AS yang telah terakreditasi dan bersifat nonprofit dapat menggunakan ciptaan yang dilindungi dengan hak cipta dalam format pendidikan jarak jauh yang penggunakan tersebut tanpa disertai izin dari pemilik hak cipta dan royalty free.
Kedua, doktrin fair use/ fair dealing (free use of copyright materials)25 adalah sebuah doktrin pemakaian hak cipta yang layak, dengan beberapa variabel sebagaimana diatur dalam UUHC AS 1976), bahwa sebuah penggunaan ciptaan tidak dikualifikasi sebagai pelanggaran dengan memperhatikan:26 maksud dan sifat dari pemakaian termasuk apakah suatu pemakaian yang memiliki nuansa/sifat komersial atau pemakaian untuk tujuan pendidikan yang bersifat nonprofit; sifat dari karya yang dilindungi hak cipta; porsi yang ditiru, di sini memiliki arti baik porsi yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dari substansi karya yang dilindungi hak cipta dalam satu kesatuan; dan pengaruh dari penggunaan dalam suatu pasar yang potensial atau nilai dari karya yang dilindungi hak cipta. Doktrin ini telah dikenal dalam UUHC 2002, namun pengaturannya belum terperinci, sehingga acap kali menimbulkan kebingungan dalam praktik (harus dianalisis kasus demi kasus).
Ketiga, lembaga terkait dengan penerbitan sulit untuk mengembangkan model-model pemberian royalti ( collecting society) dan bantuan serta subsidi khususnya untuk buku-buku pendidikan, referensi, dan hasil penelitian (disertasi, karya ilmiah lainnya). Sebagai pembanding, telah dilakukan pemberian subsidi kepada penerbit, bukan pada penulis. Caranya, penerbit mengajukan permohonan bagi naskah-naskah yang direncanakan untuk diterbitkan, dan subsidi dana itu dipergunakan untuk membantu biaya produksi mencakup pembuatan artwork. Sedangkan biaya seperti overhead , pemasaran, royalti, promosi, PPN atas buku dan penerjemahan tetap menjadi tanggungan penerbit (subsidi paling tinggi hanya diberikan sampai tiras terbit per judul sebanyak 1.500 eksemplar).

      4. Copyright vs. Gerakan Berseberangan dengan Copyright (Copyleft/ Copywrong)
Copyright – the right to copy – timbul dalam kerangka peranan percetakan yang sangat penting dalam sejarah, khususnya sejarah berubahnya cara penyebarluasan ilmu pengetahuan (dari sebagian besar secara lisan menjadi tertulis), yang sekaligus mengakibatkan revolusi pada proses produksi buku. Sebelumnya, perbanyakan suatu karya dilakukan secara manual yaitu menyalin dengan tangan. Di sisi lain, ditemukannya mesin cetak telah mengakibatkan kontrol terhadap perbanyakan suatu karya menjadi lebih sulit dilakukan daripada perbanyakan secara manual (menyalin dengan tangan), sampai pada titik yang meresahkan para penerbit. Undang-undang tentang hak cipta yang pertama adalah The British Statute of Anne 1710, dimana Statute Anne 1710 di Inggris ini merupakan konsep modern pertama tentang hak cipta untuk memberikan hak eksklusif kepada pengarang dan penerbitnya. Diasumsikan bahwa penerbit memiliki karya tersebut secara terus menerus (tanpa batas), sehingga terdapat kecenderungan atau kekhawatiran bahwa terjadi pembatasan terhadap aliran ilmu pengetahuan dan penentuan harga buku yang relatif tinggi,37 sehingga pihak yang mempunyai kekuasaan dapat mengendalikan aliran ilmu pengetahuan dan komoditisasi informasi. Di pihak lain, ada pendapat bahwa ”He who receives an idea from me, receives instruction himself without lessening mine: as he who lights his taper at mine, receives light without darkening me” (“no patent on ideas”).


Review Jurnal
Pada jurnal, Dina Widyaputri Kariodimedjo yang berjudul Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia menjelaskan tentang tinjauan umum dan khusus hak cipta, Undang-Undang yang mengatur hak cipta, serta perkembangan secara Internasional hak cipta. Hal ini sangat penting mengenai maraknya mem-plagiat atau men-jiplak karya orang lain khususnya di Indonesia, karena hak cipta bukan semata-mata hanya hak monopoli saja. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi di dalam masyarakat Indonesia berkenaan dengan hak cipta, supaya kita semua dapat menghargai karya-karya orang lain.


Kesimpulan
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi di dalam masyarakat Indonesia berkenaan dengan Hak Cipta, Supaya kita semua dapat menghargai karya-karya orang lain dan supaya tidak terjadi pelanggaran hak cipta.



Daftar Pustaka

1. http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/download/4/4
2. http://www.eyemagazine.com/opinion.php?id=117&oid=290
3. http://www.ala.org/Template.cfm?Section=distanceed&Template=/ContentManagement/ContentDisplay.cfm&ContentID=25939
4. http://www.mizan.com/portal/template/BacaArtikel/kodeart100;jsessionid=88A27DF4E3D8AD3F784C2049F4C6BC99
5. Lindsey, Tim (ed), et.al., 2003, Hak Kekayaan Intelektual – Suatu Pengantar, Pener-bit Alumni Bandung dan Asian Law Group.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar